Kamis, 16 Juli 2009

program kreatifitaas mahasiswa

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Selain itu ikan juga sebagai komoditi ekspor. Namun Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Normalnya, ikan kembung segar yang disimpan di suhu kamar tanpa penambahan picung atau es hanya bisa bertahan 6 jam. Lebih dari itu, ikan tersebut akan busuk dan rusak.
Oleh sebab itu, pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, dan peragian ikan. Namun cara-cara tersebut akan menghasilkan rasa dan mutu ikan yang berbeda dangan ikan segar.
Pakar pada Departemen Pemanfaaatn Sumber Daya Perairan (PSP),Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan IPB mengungkapkan, sebenarnya pengawetan teknologi ikan basah yang paling andal adalah es batu. Cara itu juga dilakukan di Negara-negara maju.Selain suhunya yang rendah sehingga tidak merusak ikan, ada efek pelicin sehingga mampu menyuci kotoran dan bakteri dari permukaan ikan.
Tapi, bagi nelayan yang tinggal didaerah terpencil,untuk mendapatkan es batu masih menjadi kendala. Selain harganya mahal bongkahan es yang dibawa kedalam kapal juga memakan tempat dikapal.Karena itu itu, bagi nelayan yang tinggal didaerah terpencil, yang sulit untuk mendapatkan es, bisa menggunakan buah picung untuk mengawetkan ikan basah. Ikan basah akan awet selama sekitar enam hari tanpa mengubah mutu. Selain itu, picung juga lebih praktis dan tumbuh tersebar di seluruh Nusantara. Nantinya buah picung bisa di budidayakan dan diambil bahan aktifnya untuk digunakan bahan pengawet khususnya untuk ikan basah.
Menurut RA HAngesti emi widyasari, Mahasiswa pasca sarjana IPB, yang berhasil meneliti soal buah picung yang bermanfaat untuk mengawetkan ikan basah, pemanfaatan biji buah picung sudah dikenal secara tradisional dan hingga kini masih dipakai oleh para nelayan di Kecamatan Labuhan, Propinsi Banten."Mereka melumuri ikan hasil ikan tangkapannya dengan cacahan biji buah picung. Setelah penyimpanan enam hari ikan tersebut dapat langsung dimasak tanpa perlu penambahan bumbu," katanya.Mengenai mekanismenya, kata dia cukup sederhana, pertama pengupasan biji picung, kedua dilakukan pencacahan daging biji picung, ketiga pencampuran picung dengan garam, keempat pelumuran (campuran picung dan garam pada ikan kembung segar, kelima pengemasan (dalam ember plastik tertutup, setiap hari dibuka selama 5 menit), keenam penyimpanan dalam suhu kamar.
Jadi, dapat dikatakan bahwa picung merupakan terobosan yang cukup solutif dalam mengatasi kesulitan pemerolehan dan menekan harga es batu. Disamping menghindari penggunaan larutan formalin yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

2. Tujuan
Tujuan dari gagasan tulis ini adalah:
Mengenalkan manfaat buah picung (kluwak) pada masyarakat khususnya bagi nelayan yang tinggal didaerah terpencil untuk mendapatkan es batu masih menjadi kendala, sebagai terobosan yang cukup solutif, praktis, aman untuk kesehatan, dan efisien untuk pengawetan (menjaga kualitas) ikan segar.




B. TELAAH PUSTAKA
1. PENGAWETAN
SK Menkes RI No.722 Tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan menegaskan, yang dimaksud bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Dengan kata lain, proses pengawetan makanan adalah pekerjaan “halal” yang dijamin undang-undang. Pengawetan memang dibutuhkan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme atau mencegah proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan waktu. Tujuannya, tak lain, untuk menjaga kualitas yang memadai sesuai keinginan. Namun, sangat disayangkan, mengawetkan makanan sering tidak mempertimbangkan faktor keamanan dan kesehatan konsumen.
2. IKAN
2.1 Pengertian Ikan
Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin)[1] yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha, 75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes, 800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes). Ikan dalam berbagai bahasa daerah disebut iwak (jv, bjn), jukut (vkt).
Ikan memiliki bermacam ukuran, mulai dari paus hiu yang berukuran 14 meter (45 ft) hingga stout infantfish yang hanya berukuran 7 mm (kira-kira 1/4 inci). Ada beberapa hewan air yang sering dianggap sebagai "ikan", seperti ikan paus, ikan cumi dan ikan duyung, yang sebenarnya tidak tergolong sebagai ikan.

2.2 Klasifikasi
Ikan adalah kelompok parafiletik: ini berarti, setiap kelas yang memuat semua ikan akan mencakup pula tetrapoda yang bukan ikan. Atas dasar ini, pengelompokan seperti Kelas Pisces, seperti pada masa lalu, tidak layak digunakan lagi.
Berikut adalah unit-unit yang mencakup semua vertebrata yang biasa disebut sebagai ikan:
• Subkelas Pteraspidomorphi (ikan tak berahang primitif)
o Kelas Thelodonti
o Kelas Anaspida
o (tidak berstatus) Cephalaspidomorphi (ikan tak berahang primitif)
o (tidak berstatus) Hyperoartia
o Petromyzontidae (lamprey)
o Kelas Galeaspida
o Kelas Pituriaspida
o Kelas Osteostraci
• Infrafilum Gnathostomata (vertebrata berahang)
o Kelas Placodermi (ikan berperisai, punah)
o Kelas Chondrichthyes (ikan bertulang rawan: hiu, pari)
o Kelas Acanthodii (hiu berduri, punah)
• Superkelas Osteichthyes (ikan bertulang sejati: mencakup hampir semua ikan penting masa kini)
o Kelas Actinopterygii (ikan bersirip kipas)
o Kelas Sarcopterygii (ikan sirip berdaging/ikan bersirip cuping)
o Subkelas Coelacanthimorpha (coelacanth)
o Subkelas Dipnoi (ikan paru)
2.3 Kualitas ikan
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya.
• Tanda ikan yang sudah busuk:
- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.
• Tanda ikan yang masih segar:
- daging kenyal;
- mata jernih menonjol;
- sisik kuat dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna merah;
- dinding perut kuat;
- bau ikan segar.
Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan (Annonymous, 2007)
KOMPONEN KADAR (%)
Kandungan air 76,00
Protein 17,00
Lemak 4,50
Mineral dan vitamin 2,52-4,50
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh manusia.
3. POHON PICUNG
Picung yang punya nama Latin pangium edule adalah tanaman pohon setinggi 40 meter dan berdiameter batang 2,5 meter. Daerah penyebarannya hampir mencakup seluruh Nusantara. Bisa tumbuh secara liar di daerah pada ketinggian 1.000m di atas permukaan laut. Tanaman ini mulai berbuah pada umur 15 tahun dan terjadi di awal musim hujan.
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dikotiladonae
Bangsa : Cistales
Suku : Flacouritaceae
Genus : Pangium
Spesies : Pangium edule
Orang Amerika menyebutnya football fruit karena bentuk buahnya yang mirip bola football (yang samasekali tidak berbentuk bola) ala American Football, sedangkan di Indonesia dikenal dengan nama kepayang atau pangi. Nama picung berasal dari bahasa Sunda, beberapa masyarakat menyebutnya pucung.
Tiap daerah memiliki nama yang khas. Orang Betawi menyebutnya pucung, orang Minangkabau menyebutnya kapayang, lapencuang, kapecong, dan simaung. Orang Lampung menyebutnya kayu tuba buah. Di Jawa dikenal dengan nama pakem. Di Sumatra Utara disebut hapesong. Sedangkan orang Bugis dan Bali menyebutnya dengan nama pangi.
Selain untuk pengawet ikan, kayu picung dapat dipakai untuk membuat batang korek api, daunnya digunakan sebagai obat cacing dan bijinya sebagai antiseptik. Kulit kayu yang diremas-remas dan ditaburkan di atas air dapat mematikan ikan (tuba ikan) maupun udang. Selain itu, inti biji yang digerus dapat digunakan untuk membersihkan kutu/caplak pada lembu.
3.1 Nilai Ekonomis PICUNG
Seorang nelayan untuk mempertahankan mutu ikan hasil tangkapannya membutuhkan es batu minimal 1 : 1 berat ikan segar. “Bila ikan yang ditangkap 50 kg, maka nelayan membutuhkan es batu minimal 50 kg pula. Namun dengan memanfaatkan cacahan biji buah picung, nelayan hanya membutuhkan 1 kg cacahan biji buah picung untuk 50 kg ikan segar,” kata RA HAngesti emi widyasari, Mahasiswa pasca sarjana IPB, yang berhasil meneliti soal buah picung yang bermanfaat untuk mengawetkan ikan basah.
Di pasaran 1 kilogram buah picung dihargai sekitar Rp 3000- Rp 4000,-. Pemanfaatan biji buah picung sudah dikenal secara tradisional nelayan Banten. Mereka melumuri ikan hasil ikan tangkapannya dengan cacahan biji buah picung. Setelah penyimpanan 6 hari ikan tersebut dapat langsung dimasak tanpa perlu penambahan bumbu.
3.2. kandungan yang terdapat dalama buah picung
Biji picung mengandung senyawa antioksidan dan golongan flavonoid. Senyawa antioksidan yang berfungsi sebagai antikanker dalam biji picung antara lain : vitamin C, ion besi, dan B karoten. Sedangkan golongan flavonoid biji picung yang memiliki aktivitas antibakteri yakni asam sianida, asam hidnokarpat, asam khaulmograt, asam glorat dan tanin. Khusus senyawa asam sianida dan tanin, kedua senyawa inilah yang mampu memberikan efek pengawetan terhadap ikan. Asam sianida biji picung ini sangat beracun. Oleh karena itu, Hangesti mewanti-wanti agar tak melakukan proses pengawetan dihadapan ayam atau binatang ternak. Sebab bila asam sianida ini terhirup langsung hewan ternak bisa mengakibatkan kematian. Meskipun asam sianida biji picung sangat beracun, tetapi mudah dihilangkan karena sifatnya mudah larut dan menguap pada suhu 26 derajat C, sehingga aman sebagai pengawet ikan.














C. METODOLOGI
1. Pengumpulan Data
Jenis penelitian yang digunakan dalam gagasan ini adalah liberary research (kajian pustaka), yaitu jenis penelitian yang menjadikan data-data kepustakaan sebagai teori untuk dikaji dan di telaah dalam memperoleh hipotesa dan konsepsi untuk mendapatkan hasil yang objektif. Dengan jenis ini informasi dapat diambil secara lengkap untuk menentukan tindakan ilmiah dalam penelitian sebagai instrumen penelitian memenuhi standar penunjang penelitian (Subagyo, dalam Annonymous 2008a).
Peneliti dalam jenis penelitian ini mengambil asumsi-asumsi yang di dasarkan pada data-data yang mendukung untuk memperoleh wawasan kreatif dan imajinatif. Hal ini sebagai bentuk komparasi terhadap satu konsepsi pemikiran dengan yang lain secara produktif dengan tidak meninggalkan dasar ilmiah.
2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang bersifat tekstual berupa konsep dan tulisan. Aspek-aspek yang akan diteliti adalah seputar apa dan bagaimana definisi, konsep, persepsi, pemikiran dan argumentasi yang terdapat di dalam literatur yang relevan dengan pembahasan. Oleh karena itu, data yang akan diambil dan dikaji berasal dari data verbal yang abstrak kualitatif. Sedangkan data yang digunakan antara lain :

1. Data Primer
Sumber data primer, ialah sumber data yang diperoleh melalui pengamatan dan analisa terhadap literatur-literatur pokok yang dipilih untuk dikaji kembali kesesuaiannya antara teks dengan realitas berdasarkan berbagai macam tinjauan ilmiah.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder, ialah sumber data yang di peroleh dari sumber-sumber bacaan yang mendukung sumber primer yang di anggap relevan, hal tersebut sebagai penyempurnaan bahan penelitian terhadap bahasan dan pemahaman peneliti.

3. Mekanisme Pengawetan
pemanfaatan biji buah picung sudah dikenal secara tradisional dan hingga kini masih dipakai oleh para nelayan di Kecamatan Labuhan, Propinsi Banten. Mereka melumuri ikan hasil ikan tangkapannya dengan cacahan biji buah picung. Setelah penyimpanan enam hari ikan tersebut dapat langsung dimasak tanpa perlu penambahan bumbu.
Untuk memanfaatkan picung sebagai pengawet ikan segar, pertama yang dilakukan adalah pengupasan biji picung, kedua dilakukan pencacahan daging biji picung, ketiga pencampuran picung dengan garam, keempat pelumuran (campuran picung & garam) pada ikan kembung segar, kelima pengemasan (dalam ember plastik tertutup, setiap hari dibuka selama 5 menit), keenam penyimpanan dalam suhu kamar. Cincangan biji picung memiliki efektivitas sebagai pengawet ikan hingga 6 hari
Biji picung, mengandung senyawa antioksidan dan golongan flavonoid. Senyawa antioksidan yang berfungsi sebagai antikanker dalam biji picung antara lain : vitamin C, ion besi, dan B karoten. Sedangkan golongan flavonoid biji picung yang memiliki aktivitas antibakteri yakni asam sianida, asam hidnokarpat, asam khaulmograt, asam glorat dan tanin.Khusus senyawa asam sianida dan tanin, kedua senyawa inilah yang mampu memberikan efek pengawetan terhadap ikan. Asam sianida biji picung ini sangat beracun. Oleh karena itu, Hangesti mewanti-wanti agar tak melakukan proses pengawetan dihadapan ayam atau binatang ternak. Sebab bila asam sianida ini terhirup langsung hewan ternak bisa mengakibatkan kematian.

D. ANALISIS DAN SINTESIS
1. Pentingnya sektor perikanan bagi masyrakat dan negara
Sektor perikanan hingga sampai saat ini telah berkembang pesat di Indonesia. Hal ini dimulai sejak bergulirnya roda reformasi ekonomi Indonesia dari agrarian menuju maritim. Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Karena itu, Sektor perikanan menempati prioritas utama sebagai sumber devisa Negara. Manfaat mengkonsumsi ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang dan Taiwan ikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara lainnya. Banyak masyarakat dinegara kita yang menggantungkan kehidupannya pada hasil penangkapan ikan laut dan budidaya ikan tambak , hal ini membuat hasil laut akan ikan sangat tinggi. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat guna menjaga kualitas ikan.
2. Alternatif Pemanfaatan Biji Buah Picung Sebagai Bahan Pengawet alami Ikan Segar
Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, dan peragian ikan. Namun cara-cara tersebut akan menghasilkan rasa dan mutu ikan yang berbeda dangan ikan segar. Pakar pada Departemen Pemanfaaatn Sumber Daya Perairan (PSP),Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan IPB mengungkapkan, sebenarnya pengawetan teknologi ikan basah yang paling andal adalah es batu. Cara itu juga dilakukan di Negara-negara maju.Selain suhunya yang rendah sehingga tidak merusak ikan, ada efek pelicin sehingga mampu menyuci kotoran dan bakteri dari permukaan ikan. Tapi, bagi nelayan yang tinggal didaerah terpencil,untuk mendapatkan es batu masih menjadi kendala. Selain harganya mahal bongkahan es yang dibawa kedalam kapal juga memakan tempat dikapal.Karena itu itu, bagi nelayan yang tinggal didaerah terpencil, yang sulit untuk mendapatkan es, bisa menggunakan buah picung untuk mengawetkan ikan basah. Ikan basah akan awet selama sekitar enam hari tanpa mengubah mutu. Selain itu, picung juga lebih praktis dan tumbuh tersebar di seluruh Nusantara. Nantinya buah picung bisa di budidayakan dan diambil bahan aktifnya untuk digunakan bahan pengawet khususnya untuk ikan basah.
3. FORMALIN VS PICUNG
SK Menkes RI No.722 Tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan menegaskan, yang dimaksud bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Dengan kata lain, proses pengawetan makanan adalah pekerjaan “halal” yang dijamin undang-undang.
Pengawetan memang dibutuhkan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme atau mencegah proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan waktu. Tujuannya, tak lain, untuk menjaga kualitas yang memadai sesuai keinginan.
Namun, sangat disayangkan, mengawetkan makanan sering tidak mempertimbangkan faktor keamanan dan kesehatan konsumen. Contoh adalah tindakan oknum produsen tahu dan mi basah yang belakangan jadi sumber “geger nasional”.
Demikian pula dengan para nelayan, masih ada yang tega menambahkan formalin pada ikan hasil tangkapan mereka tanpa memikirkan bahaya bagi kesehatan tubuh manusia. Penambahan formalin dilakukan di dalam kapal penangkap ikan atau setelah kapal merapat di pelabuhan. Padahal, sesuai dengan SK Menkes RI No.722/1988, penambahan formalin dalam makanan dilarang.
Badan POM berwenang melakukan pengawasan terhadap penggunaan formalin yang digunakan sebagai pengawet makanan. Hal itu sesuai dengan salah satu misi Badan POM, melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan dan penggunaan yang salah dari produk obat, narkotik, psikotropik dan zat adiktif, serta risiko akibat penggunaan produk dan bahan berbahaya. Selain itu, karena penggunaan formalin masih marak di masyarakat, sedangkan pengawet masih tetap dibutuhkan, diperlukan bahan alternatif pengganti formalin sebagai pengawet. Salah satunya adalah biji tanaman picung.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
1. Berdasarkan SK Menkes RI No.722 Tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan menegaskan, proses pengawetan makanan adalah pekerjaan “halal” yang dijamin undang-undang.
2. Picung merupakan terobosan yang cukup solutif dalam mengatasi kesulitan pemerolehan dan menekan harga es batu. Disamping menghindari penggunaan larutan formalin yang berbahaya bagi kesehatan manusia
3. Berdasarkan hasil penelitian Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan dan olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya.
2. Saran
1. Untuk menjaga kualitas yang memadai sesuai keinginan, pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat. Tujuannya, tak lain untuk mencegah aktivitas mikroorganisme atau mencegah proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan waktu.
2. Perlunya pemanfaatan bahan aktif buah picung sebagai bahan pengawet ikan basah untuk mengatasi kesulitan pemerolehan dan menekan harga es batu.
3. Perlunya menghindari penambahan formalin pada ikan hasil tangkapan sebagai bahan pengawet ikan segar karena berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia.









DAFTAR PUSTAKA
Afriyanto, E dan Liviawati, E, 2002, Pengawaetan dan pengolahan Ikan, Jakarta. Penerbit Kanisius.

Angka, S. L dan M. T. Suhartono, 2002, Bioteknologi Hasil Laut, Bogor, Pusat Pengkajian Suberdaya dan Pesisir Lautan IPB.
Annonymous. 2008a. ikan-wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. (online), (diakses 02 April 2009).

Ichsan Efendi, Muhammad, 1978, Biologi Perikanan (Study natural History), Bogor, Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.

Junianto, 2003, Teknik Penanganan Ikan, Jakarta, Penebar Swadaya.

Moeljanto, 1992, Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan, Jakarta, Penebar Swadaya.
Saraswati. Membuat kerupuk udang. Jakarta : Bhratara Karya Aksara, 1986.

1 komentar:

  1. Perlu ditindaklanjuti agar buah picung bisa menggeser pengawet sintetis seperti formalin.

    BalasHapus