Kamis, 16 Juli 2009

program kreatifitaas mahasiswa

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Selain itu ikan juga sebagai komoditi ekspor. Namun Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Normalnya, ikan kembung segar yang disimpan di suhu kamar tanpa penambahan picung atau es hanya bisa bertahan 6 jam. Lebih dari itu, ikan tersebut akan busuk dan rusak.
Oleh sebab itu, pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, dan peragian ikan. Namun cara-cara tersebut akan menghasilkan rasa dan mutu ikan yang berbeda dangan ikan segar.
Pakar pada Departemen Pemanfaaatn Sumber Daya Perairan (PSP),Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan IPB mengungkapkan, sebenarnya pengawetan teknologi ikan basah yang paling andal adalah es batu. Cara itu juga dilakukan di Negara-negara maju.Selain suhunya yang rendah sehingga tidak merusak ikan, ada efek pelicin sehingga mampu menyuci kotoran dan bakteri dari permukaan ikan.
Tapi, bagi nelayan yang tinggal didaerah terpencil,untuk mendapatkan es batu masih menjadi kendala. Selain harganya mahal bongkahan es yang dibawa kedalam kapal juga memakan tempat dikapal.Karena itu itu, bagi nelayan yang tinggal didaerah terpencil, yang sulit untuk mendapatkan es, bisa menggunakan buah picung untuk mengawetkan ikan basah. Ikan basah akan awet selama sekitar enam hari tanpa mengubah mutu. Selain itu, picung juga lebih praktis dan tumbuh tersebar di seluruh Nusantara. Nantinya buah picung bisa di budidayakan dan diambil bahan aktifnya untuk digunakan bahan pengawet khususnya untuk ikan basah.
Menurut RA HAngesti emi widyasari, Mahasiswa pasca sarjana IPB, yang berhasil meneliti soal buah picung yang bermanfaat untuk mengawetkan ikan basah, pemanfaatan biji buah picung sudah dikenal secara tradisional dan hingga kini masih dipakai oleh para nelayan di Kecamatan Labuhan, Propinsi Banten."Mereka melumuri ikan hasil ikan tangkapannya dengan cacahan biji buah picung. Setelah penyimpanan enam hari ikan tersebut dapat langsung dimasak tanpa perlu penambahan bumbu," katanya.Mengenai mekanismenya, kata dia cukup sederhana, pertama pengupasan biji picung, kedua dilakukan pencacahan daging biji picung, ketiga pencampuran picung dengan garam, keempat pelumuran (campuran picung dan garam pada ikan kembung segar, kelima pengemasan (dalam ember plastik tertutup, setiap hari dibuka selama 5 menit), keenam penyimpanan dalam suhu kamar.
Jadi, dapat dikatakan bahwa picung merupakan terobosan yang cukup solutif dalam mengatasi kesulitan pemerolehan dan menekan harga es batu. Disamping menghindari penggunaan larutan formalin yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

2. Tujuan
Tujuan dari gagasan tulis ini adalah:
Mengenalkan manfaat buah picung (kluwak) pada masyarakat khususnya bagi nelayan yang tinggal didaerah terpencil untuk mendapatkan es batu masih menjadi kendala, sebagai terobosan yang cukup solutif, praktis, aman untuk kesehatan, dan efisien untuk pengawetan (menjaga kualitas) ikan segar.




B. TELAAH PUSTAKA
1. PENGAWETAN
SK Menkes RI No.722 Tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan menegaskan, yang dimaksud bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Dengan kata lain, proses pengawetan makanan adalah pekerjaan “halal” yang dijamin undang-undang. Pengawetan memang dibutuhkan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme atau mencegah proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan waktu. Tujuannya, tak lain, untuk menjaga kualitas yang memadai sesuai keinginan. Namun, sangat disayangkan, mengawetkan makanan sering tidak mempertimbangkan faktor keamanan dan kesehatan konsumen.
2. IKAN
2.1 Pengertian Ikan
Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin)[1] yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha, 75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes, 800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes). Ikan dalam berbagai bahasa daerah disebut iwak (jv, bjn), jukut (vkt).
Ikan memiliki bermacam ukuran, mulai dari paus hiu yang berukuran 14 meter (45 ft) hingga stout infantfish yang hanya berukuran 7 mm (kira-kira 1/4 inci). Ada beberapa hewan air yang sering dianggap sebagai "ikan", seperti ikan paus, ikan cumi dan ikan duyung, yang sebenarnya tidak tergolong sebagai ikan.

2.2 Klasifikasi
Ikan adalah kelompok parafiletik: ini berarti, setiap kelas yang memuat semua ikan akan mencakup pula tetrapoda yang bukan ikan. Atas dasar ini, pengelompokan seperti Kelas Pisces, seperti pada masa lalu, tidak layak digunakan lagi.
Berikut adalah unit-unit yang mencakup semua vertebrata yang biasa disebut sebagai ikan:
• Subkelas Pteraspidomorphi (ikan tak berahang primitif)
o Kelas Thelodonti
o Kelas Anaspida
o (tidak berstatus) Cephalaspidomorphi (ikan tak berahang primitif)
o (tidak berstatus) Hyperoartia
o Petromyzontidae (lamprey)
o Kelas Galeaspida
o Kelas Pituriaspida
o Kelas Osteostraci
• Infrafilum Gnathostomata (vertebrata berahang)
o Kelas Placodermi (ikan berperisai, punah)
o Kelas Chondrichthyes (ikan bertulang rawan: hiu, pari)
o Kelas Acanthodii (hiu berduri, punah)
• Superkelas Osteichthyes (ikan bertulang sejati: mencakup hampir semua ikan penting masa kini)
o Kelas Actinopterygii (ikan bersirip kipas)
o Kelas Sarcopterygii (ikan sirip berdaging/ikan bersirip cuping)
o Subkelas Coelacanthimorpha (coelacanth)
o Subkelas Dipnoi (ikan paru)
2.3 Kualitas ikan
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya.
• Tanda ikan yang sudah busuk:
- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.
• Tanda ikan yang masih segar:
- daging kenyal;
- mata jernih menonjol;
- sisik kuat dan mengkilat;
- sirip kuat;
- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
- insang berwarna merah;
- dinding perut kuat;
- bau ikan segar.
Tabel 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan (Annonymous, 2007)
KOMPONEN KADAR (%)
Kandungan air 76,00
Protein 17,00
Lemak 4,50
Mineral dan vitamin 2,52-4,50
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh manusia.
3. POHON PICUNG
Picung yang punya nama Latin pangium edule adalah tanaman pohon setinggi 40 meter dan berdiameter batang 2,5 meter. Daerah penyebarannya hampir mencakup seluruh Nusantara. Bisa tumbuh secara liar di daerah pada ketinggian 1.000m di atas permukaan laut. Tanaman ini mulai berbuah pada umur 15 tahun dan terjadi di awal musim hujan.
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dikotiladonae
Bangsa : Cistales
Suku : Flacouritaceae
Genus : Pangium
Spesies : Pangium edule
Orang Amerika menyebutnya football fruit karena bentuk buahnya yang mirip bola football (yang samasekali tidak berbentuk bola) ala American Football, sedangkan di Indonesia dikenal dengan nama kepayang atau pangi. Nama picung berasal dari bahasa Sunda, beberapa masyarakat menyebutnya pucung.
Tiap daerah memiliki nama yang khas. Orang Betawi menyebutnya pucung, orang Minangkabau menyebutnya kapayang, lapencuang, kapecong, dan simaung. Orang Lampung menyebutnya kayu tuba buah. Di Jawa dikenal dengan nama pakem. Di Sumatra Utara disebut hapesong. Sedangkan orang Bugis dan Bali menyebutnya dengan nama pangi.
Selain untuk pengawet ikan, kayu picung dapat dipakai untuk membuat batang korek api, daunnya digunakan sebagai obat cacing dan bijinya sebagai antiseptik. Kulit kayu yang diremas-remas dan ditaburkan di atas air dapat mematikan ikan (tuba ikan) maupun udang. Selain itu, inti biji yang digerus dapat digunakan untuk membersihkan kutu/caplak pada lembu.
3.1 Nilai Ekonomis PICUNG
Seorang nelayan untuk mempertahankan mutu ikan hasil tangkapannya membutuhkan es batu minimal 1 : 1 berat ikan segar. “Bila ikan yang ditangkap 50 kg, maka nelayan membutuhkan es batu minimal 50 kg pula. Namun dengan memanfaatkan cacahan biji buah picung, nelayan hanya membutuhkan 1 kg cacahan biji buah picung untuk 50 kg ikan segar,” kata RA HAngesti emi widyasari, Mahasiswa pasca sarjana IPB, yang berhasil meneliti soal buah picung yang bermanfaat untuk mengawetkan ikan basah.
Di pasaran 1 kilogram buah picung dihargai sekitar Rp 3000- Rp 4000,-. Pemanfaatan biji buah picung sudah dikenal secara tradisional nelayan Banten. Mereka melumuri ikan hasil ikan tangkapannya dengan cacahan biji buah picung. Setelah penyimpanan 6 hari ikan tersebut dapat langsung dimasak tanpa perlu penambahan bumbu.
3.2. kandungan yang terdapat dalama buah picung
Biji picung mengandung senyawa antioksidan dan golongan flavonoid. Senyawa antioksidan yang berfungsi sebagai antikanker dalam biji picung antara lain : vitamin C, ion besi, dan B karoten. Sedangkan golongan flavonoid biji picung yang memiliki aktivitas antibakteri yakni asam sianida, asam hidnokarpat, asam khaulmograt, asam glorat dan tanin. Khusus senyawa asam sianida dan tanin, kedua senyawa inilah yang mampu memberikan efek pengawetan terhadap ikan. Asam sianida biji picung ini sangat beracun. Oleh karena itu, Hangesti mewanti-wanti agar tak melakukan proses pengawetan dihadapan ayam atau binatang ternak. Sebab bila asam sianida ini terhirup langsung hewan ternak bisa mengakibatkan kematian. Meskipun asam sianida biji picung sangat beracun, tetapi mudah dihilangkan karena sifatnya mudah larut dan menguap pada suhu 26 derajat C, sehingga aman sebagai pengawet ikan.














C. METODOLOGI
1. Pengumpulan Data
Jenis penelitian yang digunakan dalam gagasan ini adalah liberary research (kajian pustaka), yaitu jenis penelitian yang menjadikan data-data kepustakaan sebagai teori untuk dikaji dan di telaah dalam memperoleh hipotesa dan konsepsi untuk mendapatkan hasil yang objektif. Dengan jenis ini informasi dapat diambil secara lengkap untuk menentukan tindakan ilmiah dalam penelitian sebagai instrumen penelitian memenuhi standar penunjang penelitian (Subagyo, dalam Annonymous 2008a).
Peneliti dalam jenis penelitian ini mengambil asumsi-asumsi yang di dasarkan pada data-data yang mendukung untuk memperoleh wawasan kreatif dan imajinatif. Hal ini sebagai bentuk komparasi terhadap satu konsepsi pemikiran dengan yang lain secara produktif dengan tidak meninggalkan dasar ilmiah.
2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang bersifat tekstual berupa konsep dan tulisan. Aspek-aspek yang akan diteliti adalah seputar apa dan bagaimana definisi, konsep, persepsi, pemikiran dan argumentasi yang terdapat di dalam literatur yang relevan dengan pembahasan. Oleh karena itu, data yang akan diambil dan dikaji berasal dari data verbal yang abstrak kualitatif. Sedangkan data yang digunakan antara lain :

1. Data Primer
Sumber data primer, ialah sumber data yang diperoleh melalui pengamatan dan analisa terhadap literatur-literatur pokok yang dipilih untuk dikaji kembali kesesuaiannya antara teks dengan realitas berdasarkan berbagai macam tinjauan ilmiah.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder, ialah sumber data yang di peroleh dari sumber-sumber bacaan yang mendukung sumber primer yang di anggap relevan, hal tersebut sebagai penyempurnaan bahan penelitian terhadap bahasan dan pemahaman peneliti.

3. Mekanisme Pengawetan
pemanfaatan biji buah picung sudah dikenal secara tradisional dan hingga kini masih dipakai oleh para nelayan di Kecamatan Labuhan, Propinsi Banten. Mereka melumuri ikan hasil ikan tangkapannya dengan cacahan biji buah picung. Setelah penyimpanan enam hari ikan tersebut dapat langsung dimasak tanpa perlu penambahan bumbu.
Untuk memanfaatkan picung sebagai pengawet ikan segar, pertama yang dilakukan adalah pengupasan biji picung, kedua dilakukan pencacahan daging biji picung, ketiga pencampuran picung dengan garam, keempat pelumuran (campuran picung & garam) pada ikan kembung segar, kelima pengemasan (dalam ember plastik tertutup, setiap hari dibuka selama 5 menit), keenam penyimpanan dalam suhu kamar. Cincangan biji picung memiliki efektivitas sebagai pengawet ikan hingga 6 hari
Biji picung, mengandung senyawa antioksidan dan golongan flavonoid. Senyawa antioksidan yang berfungsi sebagai antikanker dalam biji picung antara lain : vitamin C, ion besi, dan B karoten. Sedangkan golongan flavonoid biji picung yang memiliki aktivitas antibakteri yakni asam sianida, asam hidnokarpat, asam khaulmograt, asam glorat dan tanin.Khusus senyawa asam sianida dan tanin, kedua senyawa inilah yang mampu memberikan efek pengawetan terhadap ikan. Asam sianida biji picung ini sangat beracun. Oleh karena itu, Hangesti mewanti-wanti agar tak melakukan proses pengawetan dihadapan ayam atau binatang ternak. Sebab bila asam sianida ini terhirup langsung hewan ternak bisa mengakibatkan kematian.

D. ANALISIS DAN SINTESIS
1. Pentingnya sektor perikanan bagi masyrakat dan negara
Sektor perikanan hingga sampai saat ini telah berkembang pesat di Indonesia. Hal ini dimulai sejak bergulirnya roda reformasi ekonomi Indonesia dari agrarian menuju maritim. Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Karena itu, Sektor perikanan menempati prioritas utama sebagai sumber devisa Negara. Manfaat mengkonsumsi ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang dan Taiwan ikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara lainnya. Banyak masyarakat dinegara kita yang menggantungkan kehidupannya pada hasil penangkapan ikan laut dan budidaya ikan tambak , hal ini membuat hasil laut akan ikan sangat tinggi. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat guna menjaga kualitas ikan.
2. Alternatif Pemanfaatan Biji Buah Picung Sebagai Bahan Pengawet alami Ikan Segar
Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, dan peragian ikan. Namun cara-cara tersebut akan menghasilkan rasa dan mutu ikan yang berbeda dangan ikan segar. Pakar pada Departemen Pemanfaaatn Sumber Daya Perairan (PSP),Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan IPB mengungkapkan, sebenarnya pengawetan teknologi ikan basah yang paling andal adalah es batu. Cara itu juga dilakukan di Negara-negara maju.Selain suhunya yang rendah sehingga tidak merusak ikan, ada efek pelicin sehingga mampu menyuci kotoran dan bakteri dari permukaan ikan. Tapi, bagi nelayan yang tinggal didaerah terpencil,untuk mendapatkan es batu masih menjadi kendala. Selain harganya mahal bongkahan es yang dibawa kedalam kapal juga memakan tempat dikapal.Karena itu itu, bagi nelayan yang tinggal didaerah terpencil, yang sulit untuk mendapatkan es, bisa menggunakan buah picung untuk mengawetkan ikan basah. Ikan basah akan awet selama sekitar enam hari tanpa mengubah mutu. Selain itu, picung juga lebih praktis dan tumbuh tersebar di seluruh Nusantara. Nantinya buah picung bisa di budidayakan dan diambil bahan aktifnya untuk digunakan bahan pengawet khususnya untuk ikan basah.
3. FORMALIN VS PICUNG
SK Menkes RI No.722 Tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan menegaskan, yang dimaksud bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Dengan kata lain, proses pengawetan makanan adalah pekerjaan “halal” yang dijamin undang-undang.
Pengawetan memang dibutuhkan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme atau mencegah proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan waktu. Tujuannya, tak lain, untuk menjaga kualitas yang memadai sesuai keinginan.
Namun, sangat disayangkan, mengawetkan makanan sering tidak mempertimbangkan faktor keamanan dan kesehatan konsumen. Contoh adalah tindakan oknum produsen tahu dan mi basah yang belakangan jadi sumber “geger nasional”.
Demikian pula dengan para nelayan, masih ada yang tega menambahkan formalin pada ikan hasil tangkapan mereka tanpa memikirkan bahaya bagi kesehatan tubuh manusia. Penambahan formalin dilakukan di dalam kapal penangkap ikan atau setelah kapal merapat di pelabuhan. Padahal, sesuai dengan SK Menkes RI No.722/1988, penambahan formalin dalam makanan dilarang.
Badan POM berwenang melakukan pengawasan terhadap penggunaan formalin yang digunakan sebagai pengawet makanan. Hal itu sesuai dengan salah satu misi Badan POM, melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan dan penggunaan yang salah dari produk obat, narkotik, psikotropik dan zat adiktif, serta risiko akibat penggunaan produk dan bahan berbahaya. Selain itu, karena penggunaan formalin masih marak di masyarakat, sedangkan pengawet masih tetap dibutuhkan, diperlukan bahan alternatif pengganti formalin sebagai pengawet. Salah satunya adalah biji tanaman picung.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
1. Berdasarkan SK Menkes RI No.722 Tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan menegaskan, proses pengawetan makanan adalah pekerjaan “halal” yang dijamin undang-undang.
2. Picung merupakan terobosan yang cukup solutif dalam mengatasi kesulitan pemerolehan dan menekan harga es batu. Disamping menghindari penggunaan larutan formalin yang berbahaya bagi kesehatan manusia
3. Berdasarkan hasil penelitian Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses pembusukan dan olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya.
2. Saran
1. Untuk menjaga kualitas yang memadai sesuai keinginan, pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan masyarakat. Tujuannya, tak lain untuk mencegah aktivitas mikroorganisme atau mencegah proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan waktu.
2. Perlunya pemanfaatan bahan aktif buah picung sebagai bahan pengawet ikan basah untuk mengatasi kesulitan pemerolehan dan menekan harga es batu.
3. Perlunya menghindari penambahan formalin pada ikan hasil tangkapan sebagai bahan pengawet ikan segar karena berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia.









DAFTAR PUSTAKA
Afriyanto, E dan Liviawati, E, 2002, Pengawaetan dan pengolahan Ikan, Jakarta. Penerbit Kanisius.

Angka, S. L dan M. T. Suhartono, 2002, Bioteknologi Hasil Laut, Bogor, Pusat Pengkajian Suberdaya dan Pesisir Lautan IPB.
Annonymous. 2008a. ikan-wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. (online), (diakses 02 April 2009).

Ichsan Efendi, Muhammad, 1978, Biologi Perikanan (Study natural History), Bogor, Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.

Junianto, 2003, Teknik Penanganan Ikan, Jakarta, Penebar Swadaya.

Moeljanto, 1992, Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan, Jakarta, Penebar Swadaya.
Saraswati. Membuat kerupuk udang. Jakarta : Bhratara Karya Aksara, 1986.

Selasa, 30 Juni 2009

PKM-GT

Silahkan ambil materinya di sini download_materi

Senin, 29 Juni 2009

Terumbu Karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir dan laut utama, disamping hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang merupakan kumpulan fauna laut yang berkumpul menjadi satu membentuk terumbu. Struktur tubuh karang banyak terdiri atas kalsium dan karbon. Hewan ini hidup dengan memakan berbagai mikro organisme yang hidup melayang di kolom perairan laut.

Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia (Walters, 1994 dalam Suharsono, 1998).

Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia (Cesar 1997) dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Menurut Cesar (1997) estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.

Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah pemanfaatan sumber daya ikan, batu karang, pariwisata, penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya. Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah seperti fungsi terumbu karang sebagai penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati dan lain sebagainya.
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Indo-Pasifik
o 1.1 Terumbu Reef
o 1.2 Karang Coral
o 1.3 Karang terumbu
o 1.4 Terumbu karang
* 2 Jenis-jenis terumbu karang
o 2.1 1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)
o 2.2 2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)
o 2.3 3. Terumbu karang cincin (atolls)
o 2.4 4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)
* 3 Zonasi terumbu karang
o 3.1 Windward reef (terumbu yang menghadap angin)
o 3.2 Leeward reef (terumbu yang membelakangi angin)

[sunting] Indo-Pasifik

Regional Indo-Pasifik terbentang mulai dari Indonesia sampai ke Polinesia dan Australia lalu ke bagian barat ialah Samudera Pasifik sampai Afrika Timur. Regional ini merupakan bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang, ikan, dan moluska.

Berdasarkan bentuk dan hubungan perbatasan tumbuhnya terumbu karang dengan daratan (land masses) terdapat tiga klasifikasi terumbu karang atau yang sampai sekarang masih secara luas dipergunakan.

[sunting] Terumbu Reef

Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan moluska. Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau pasir di dekat permukaan air.

[sunting] Karang Coral

Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3. Hewan karang tunggal umumnya disebut polip.

[sunting] Karang terumbu

Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral) atau karang lunak, berbeda dengan batu karang (rock), yang merupakan benda mati.

[sunting] Terumbu karang

Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis­jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis­jenis moluska, krustasea, ekhinodermata, polikhaeta, porifera, dan tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton

[sunting] Jenis-jenis terumbu karang

[sunting] 1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)

Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).

[sunting] 2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)

Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.5­2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).

[sunting] 3. Terumbu karang cincin (atolls)

Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau­pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter. Contoh: Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua (Kalimantan Selatan), Pulau Dana (NTT), Mapia (Papua)

[sunting] 4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)

Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh)

[sunting] Zonasi terumbu karang

[sunting] Windward reef (terumbu yang menghadap angin)

Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh reef slope atau lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di reef slope, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu atau reef front yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur.

Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu (patch reef), di bagian atas reef front terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang alga atau algal ridge. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu (reef flat) yang sangat dangkal.

[sunting] Leeward reef (terumbu yang membelakangi angin)

Leeward merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar. Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar.
Fotomontag organisme plankton

Plankton didefinisikan sebagai organisme hanyut apapun yang hidup dalam zona pelagik (bagian atas) samudera, laut, dan badan air tawar. Secara luas plankton dianggap sebagai salah satu organisme terpenting di dunia, karena menjadi bekal makanan untuk kehidupan akuatik.

Bagi kebanyakan makhluk laut, plankton adalah makanan utama mereka. Plankton terdiri dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan laut. Ukurannya kecil saja. Walaupun termasuk sejenis benda hidup, plankton tidak mempunyai kekuatan untuk melawan arus, air pasang atau angin yang menghanyutkannya.

Plankton hidup di pesisir pantai di mana ia mendapat bekal garam mineral dan cahaya matahari yang mencukupi. Ini penting untuk memungkinkannya terus hidup. Mengingat plankton menjadi makanan ikan, tidak mengherankan bila ikan banyak terdapat di pesisir pantai. Itulah sebabnya kegiatan menangkap ikan aktif dijalankan di kawasan itu.

Selain sisa-sisa hewan, plankton juga tercipta dari tumbuhan. Jika dilihat menggunakan mikroskop, unsur tumbuhan alga dapat dilihat pada plankton. Beberapa makhluk laut yang memakan plankton adalah seperti batu karang, kerang, dan ikan paus.

[sunting] Lihat pula

Selasa, 16 Juni 2009

Aplikasi Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) Untuk Penentuan Kawasan

Konservasi Ekosistem Mangrove Di Pesisir Selatan Kabupaten Bangkalan

Latar Belakang Masalah

Pembangunan wilayah pesisir mempunyai ruang lingkup yang luas, meliputi banyak aspek dan sektor pembangunan. Wilayah pesisir memiliki dua fungsi utama bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai penyedia sumberdaya alam dan pelindung dari berbagai kemungkinan bencana alam. Wilayah pesisir tidak hanya menjadi wilayah yang dieksploitasi (diambil) sumberdaya alamnya, tetapi juga menjadi wilayah pengembangan berbagai kegiatan pembangunan seperti transportasi, pelabuhan, perikanan, pariwisata dan pemukiman. Keberadaan dua fungsi utama ekosistem pesisir tersebut, menjadikan wilayah...download

Jumat, 12 Juni 2009

Padang Lamun

Lamun adalah tumbuhan tingkat tinggi (Angiospermae) yang telah beradaptasi untuk dapat hidup terbenam di air laut. Dalam bahasa Inggris disebut “seagrass” . Istilah “seagrass” hendaknya jangan dikelirukan dengan “seaweed” yang dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan sebagai “rumput laut” yang sebenarnya merupakan tumbuhan tingkat rendah dan dikenal juga sebagai alga laut.

Secara struktural lamun memiliki batang yang terbenam didalam tanah, disebut rhizom atau rimpang. Rimpang dan akar lamun terbenam di dalam substrat yang membuat tumbhan lamun dapat berdiri cukup kuat menghadapi ombak dan arus.

Lamun memiliki dua bentuk pembungaan, yakni monoecious (dimana bunga jantan dan betina berada pada satu individu) dan dioecious (dimana jantan dan betina berada pada individu yang berbeda). Peyerbukan terjadi melalui media air (penyerbukan hydrophyllous).

Padang lamun adalah ekosistem perairan dangkal yang didominasi oleh lamun. Pada ekosistem ini banyak ragam biota yang hidup berasosiasi dengan lamun.


Ciri-ciri ekologis padang lamun antara lain adalah :

1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir

2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran terumbu karang

3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung

4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan

5. Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air termasuk daur generatif

6. Mampu hidup di media air asin

7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik.



PERSEBARAN PADANG LAMUN DI INDONESIA


Di Indonesia ditemukan jumlah jenis lamun yang relatif lebih rendah dibandingkan Filipina, yaitu sebanyak 12 jenis dari 7 marga. Namun demikian terdapat dua jenis lamun yang diduga ada di Indonesia namun belum dilaporkan yaitu Halophila beccarii dan Ruppia maritime* (Kiswara 1997). Dari beberapa jenis yang ada di Indonesia, terdapat jenis lamun kayu (Thalassodendron ciliatum) yang penyebarannya sangat terbatas dan terutama di wilayah timur perairan Indonesia, kecuali juga ditemukan di daerah terumbu tepi di kepulauan Riau (Tomascik et al 1997). Jenis-jenis lamun tersebut membentuk padang lamun baik yang bersifat padang lamun monospesifik maupun padang lamun campuran yang luasnya diperkirakan mencapai 30.000 km2 (Nienhuis 1993).



<<<>
















sumber : tersenyumlahselamamasihbisa.blogspot.com
buhayaymaganda.blogspot.com

EKOSISTEM PADANG LAMUN

EKOSISTEM PADANG LAMUN

Definisi

Perairan pesisir merupakan lingkungan yang memperoleh sinar matahari cukup yang dapat menembus sampai ke dasar perairan. Di perairan ini juga kaya akan nutrien karena mendapat pasokan dari dua tempat yaitu darat dan lautan sehingga merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya. Karena lingkungan yang sangat mendukung di perairan pesisir maka tumbuhan lamun dapat hidup dan berkembang secara optimal. Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati. Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas.

Image

Gambar Lamun jenis Halophila sp

Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun (Seagrass ecosystem). Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang.

Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ciri-ciri ekologis padang lamun antara lain adalah :

  1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir
  2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran terumbu karang
  3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung
  4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan
  5. Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air termasuk daur generatif
  6. Mampu hidup di media air asin
  7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik.

Klasifikasi

Lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan menyebarkan bibit seperti banyak tumbuhan darat. Dan klasifikasi lamun adalah berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Selain itu, genera di daerah tropis memiliki morfologi yang berbeda sehingga pembedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi.

Lamun merupakan tumbuhan laut monokotil yang secara utuh memiliki perkembangan sistem perakaran dan rhizoma yang baik. Pada sistem klasifikasi, lamun berada pada Sub kelas Monocotyledoneae, kelas Angiospermae. Dari 4 famili lamun yang diketahui, 2 berada di perairan Indonesia yaitu Hydrocharitaceae dan Cymodoceae. FamiliHydrocharitaceae dominan merupakan lamun yang tumbuh di air tawar sedangkan 3 famili lain merupakan lamun yang tumbuh di laut.

Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat hidup di lingkungan laut. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang dilakukan termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Lamun juga memiliki karakteristik tidak memiliki stomata, mempertahankan kutikel yang tipis, perkembangan shrizogenous pada sistem lakunar dan keberadaan diafragma pada sistem lakunar. Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalah hidrophilus yaitu kemampuannya untuk melakukan polinasi di bawah air.

Secara rinci klasifikasi lamun menurut den Hartog (1970) dan Menez, Phillips, dan Calumpong (1983) adalah sebagai berikut :

Divisi

: Anthophyta

Kelas

: Angiospermae

Famili

: Potamogetonacea

Subfamili

: Zosteroideae

Genus

: Zostera

Phyllospadix

Heterozostera

Subfamili

: Posidonioideae

Genus

: Posidonia

Subfamili

: Cymodoceoideae

Genus

: Halodule

Cymodoceae

Syringodium

Amphibolis

Thalassodendron

Famili

: Hydrocharitaceae

Subfamili

: Hydrocharitaceae

Karakter sistem vegetatif

Bentuk vegetatif lamun memperlihatkan karakter tingkat keseragaman yang tinggi. Hampir semua genera memiliki rhizoma yang sudah berkembang dengan baik dan bentuk daun yang memanjang (linear) atau berbentuk sangat panjang seperti ikat pinggang (belt), kecuali jenis Halophila memiliki bentuk lonjong.

Berbagai bentuk pertumbuhan tersebut mempunyai kaitan dengan perbedaan ekologik lamun (den Hartog, 1977). Misalnya Parvozosterid dan Halophilid dapat dijumpai pada hampir semua habitat, mulai dari pasir yang kasar sampai limpur yang lunak, mulai dari daerah dangkal sampai dalam, mulai dari laut terbuka sampai estuari. Magnosterid dapat dijumpai pada berbagai substrat, tetapi terbatas pada daerah sublitoral sampai batas rata-rata daerah surut. Secara umum lamun memiliki bentuk luar yang sama, dan yang membedakan antar spesies adalah keanekaragaman bentuk organ sistem vegetatif. Menjadi tumbuhan yang memiliki pembuluh, lamun juga memiliki struktur dan fungsi yang sama dengan tumbuhan darat yaitu rumput. Berbeda dengan rumput laut (marine alga/seaweeds), lamun memiliki akar sejati, daun, pembuluh internal yang merupakan sistem yang menyalurkan nutrien, air, dan gas.

Image
Gambar . Morfologi Lamun

Akar

Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antara jenis lamun yang dapat digunakan untuk taksonomi. Akar pada beberapa spesies seperti Halophila dan Halodule memiliki karakteristik tipis (fragile), seperti rambut, diameter kecil, sedangkan spesies Thalassodendron memiliki akar yang kuat dan berkayu dengan sel epidermal. Jika dibandingkan dengan tumbuhan darat, akar dan akar rambut lamun tidak berkembang dengan baik. Namun, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa akar dan rhizoma lamun memiliki fungsi yang sama dengan tumbuhan darat.

Akar-akar halus yang tumbuh di bawah permukaan rhizoma, dan memiliki adaptasi khusus (contoh : aerenchyma, sel epidermal) terhadap lingkungan perairan. Semua akar memiliki pusat stele yang dikelilingi oleh endodermis. Stele mengandung phloem (jaringan transport nutrien) dan xylem (jaringan yang menyalurkan air) yang sangat tipis. Karena akar lamun tidak berkembang baik untuk menyalurkan air maka dapat dikatakan bahwa lamun tidak berperan penting dalam penyaluran air.

Patriquin (1972) menjelaskan bahwa lamun mampu untuk menyerap nutrien dari dalam substrat (interstitial) melalui sistem akar-rhizoma. Selanjutnya, fiksasi nitrogen yang dilakukan oleh bakteri heterotropik di dalam rhizosper Halophila ovalis, Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii cukup tinggi lebih dari 40 mg N.m-2.day-1. Koloni bakteri yang ditemukan di lamun memiliki peran yang penting dalam penyerapan nitrogen dan penyaluran nutrien oleh akar. Fiksasi nitrogen merupakan proses yang penting karena nitrogen merupakan unsur dasar yang penting dalam metabolisme untuk menyusun struktur komponen sel.

Lamun sering ditemukan di perairan dangkal daerah pasang surut yang memiliki substrat lumpur berpasir dan kaya akan bahan organik. Pada daerah yang terlindung dengan sirkulasi air rendah (arus dan gelombang) dan merupakan kondisi yang kurang menguntungkan (temperatur tinggi, anoxia, terbuka terhadap udara, dll) seringkali mendukung perkembangan lamun. Kondisi anoksik di sedimen merupakan hal yang menyebabkan penumpukan posfor yang siap untuk diserap oleh akar lamun dan selanjutnya disalurkan ke bagian tumbuhan yang membutuhkan untuk pertumbuhan.

Diantara banyak fungsi, akar lamun merupakan tempat menyimpan oksigen untuk proses fotosintesis yang dialirkan dari lapisan epidermal daun melalui difusi sepanjang sistem lakunal (udara) yang berliku-liku. Sebagian besar oksigen yang disimpan di akar dan rhizoma digunakan untuk metabolisme dasar sel kortikal dan epidermis seperti yang dilakukan oleh mikroflora di rhizospher. Beberapa lamun diketahui mengeluarkan oksigen melalui akarnya (Halophila ovalis) sedangkan spesies lain (Thallassia testudinum) terlihat menjadi lebih baik pada kondisi anoksik. Larkum et al (1989) menekankan bahwa transport oksigen ke akar mengalami penurunan tergantung kebutuhan metabolisme sel epidermal akar dan mikroflora yang berasosiasi. Melalui sistem akar dan rhizoma, lamun dapat memodifikasi sedimen di sekitarnya melalui transpor oksigen dan kandungan kimia lain. Kondisi ini juga dapat menjelaskan jika lamun dapat memodifikasi sistem lakunal berdasarkan tingkat anoksia di sedimen. Dengan demikian pengeluaran oksigen ke sedimen merupakan fungsi dari detoksifikasi yang sama dengan yang dilakukan oleh tumbuhan darat. Kemampuan ini merupakan adaptasi untuk kondisi anoksik yang sering ditemukan pada substrat yang memiliki sedimen liat atau lumpur. Karena akar lamun merupakan tempat untuk melakukan metabolisme aktif (respirasi) maka konnsentrasi CO2 di jaringan akar relatif tinggi.

Rhizoma dan Batang

Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma yang utamanya adalah herbaceous, walaupun pada Thallasodendron ciliatum (percabangan simpodial) yang memiliki rhizoma berkayu yang memungkinkan spesies ini hidup pada habitat karang yang bervariasi dimana spesies lain tidak bisa hidup. Kemampuannya untuk tumbuh pada substrat yang keras menjadikan T. Ciliatum memiliki energi yang kuat dan dapat hidup berkoloni disepanjang hamparan terumbu karang di pantai selatan Bali, yang merupakan perairan yang terbuka terhadap laut Indian yang memiliki gelombang yang kuat.

Struktur rhizoma dan batang lamun memiliki variasi yang sangat tinggi tergantung dari susunan saluran di dalam stele. Rhizoma, bersama sama dengan akar, menancapkan tumbuhan ke dalam substrat. Rhizoma seringkali terbenam di dalam substrat yang dapat meluas secara ekstensif dan memiliki peran yang utama pada reproduksi secara vegetatif. Dan reproduksi yang dilakukan secara vegetatif merupakan hal yang lebih penting daripada reproduksi dengan pembibitan karena lebih menguntungkan untuk penyebaran lamun. Rhizoma merupakan 60-80% biomas lamun.

Daun

Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem basal yang terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun memiliki bentuk umum yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi khusus dan bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk puncak daun, keberadaan atau ketiadaan ligula. Contohnya adalah puncak daun Cymodocea serrulata berbentuk lingkaran dan berserat, sedangkan C. Rotundata datar dan halus. Daun lamun terdiri dari dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun. Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru tumbuh dan melindungi daun muda. Tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate tidak memiliki pelepah.

Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat menyerap nutrien langsung dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat bagi tumbuh-tumbuhan untuk penggunaan karbon inorganik dalam proses fotosintesi

sumber: naskleng.blogspot.com